
Para ulama syariah membagi ilmu perbintangan ini menjadi dua bagian :
1. Ilmu perbintangan untuk perhitungan, yaitu menentukan awal
bulan-bulan dengan menghitung perjalanan bintang. Berdasarkan
perhitungan seperti ini maka mereka bisa mengetahui waktu-waktu,
zaman-zaman, musim, arah kiblat dan sebagainya. Ilmu perbintangan
seperti ini merupakan salah satu cabang dari ilmu falak. Dan seringkali
kebanyakan orang menamakan ilmu falak dengan ilmu perbintangan meski di
sana terdapat perbedaan yang jauh antara orang-orang ahli perbintangan
dengan orang-orang ahli falak dan antara ilmu perbintangan dengan ilmu
falak.
Ahli nujum adalah orang yang menganggap bahwa dirinya mengetahui
nasib manusia, masa depan mereka, akhir kehidupan mereka berdasarkan
posisi bintang-bintang ketika muncul. Orang itu melihat kepada
bintang-bintang dan menghitung waktu terbit dan tenggelamnya dan
perjalanannya lalu dari situ dia memperkirakan keadaan manusia maupun
alam ini. Praktek ilmu perbintangan seperti ini kemudian dikenal dengan
astrologi.
Astrologi adalah praktek menggabungkan antara posisi bintang-bintang
serta pergerakannya dengan prilaku, perbuatan, akhir manusia dan si ahli
nujum dengan bintang-bintang itu mengumumkan bahwa bintang-bintang
tersebut memberikan pengaruh kepada suatu kehidupan maupun kematian
manusia. Terhadap hal ini banyak para ulama atau ilmuwan termasuk para
ahli ilmu falak dan fuqaha menentang praktek astrologi dan
ramalan-ramalan seperti ini…” (Ceramah dengan judul “Ilmu Falak dan
Penentuan Awal Bulan Qomariyah”, DR. Yusuf Marwah.
As Syeikh Ibnu Ruslan mengatakan,”Adapun ilmu perbintangan yang
digunakan untuk mengetahui waktu pergeseran arah kiblat, berapa yang
lenyap dan berapa yang tersisa maka tidaklah termasuk yang dilarang.”
(Nailul Author juz VII hal 206)
2. Mengaitkan berbagai kejadian di bumi dengan keadaan benda-benda
angkasa serta menganggap bahwa susunan benda-benda angkasa mempunyai
pengaruh terhadap berbagai kejadian yang terjadi di bumi, inilah yang
dimaksud dengan astrologi.
Astrologi diharamkan dan dilarang oleh syariat karena sesungguhnya
para astrolog ini menganggap adanya hubungan antara kejadian-kejadian
yang terjadi pada manusia dengan pergerakan bintang-bintang dan
menganggap bahwa ia memiliki pengaruh terhadap kejadian-kejadian itu.
Para ulama islam telah bersepakat tentang pengharaman ilmu nujum
(astrologi) dalam makna yang seperti ini. Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
berkata,”Perbuatan astrologi yang mengandung hukum-hukum,
pengaruh-pengaruh yaitu menggunakan keadaan benda-benda langit serta
memadukan antara kekuatan benda-benda langit dan kejadian-kejadian di
bumi adalah perbuatan yang diharamkan berdasarkan al Qur’an, sunnah
maupun ijma umat bahkan ia diharamkan pula melalui lisan para rasul di
setiap agama.”
Asy Syeikh Ibnu Ruslan didalam “Syarh as Sunan” mengatakan,”Yang
dilarang adalah apa yang dianggap oleh para astrolog bahwa mereka
mengetahui berbagai kejadian yang belum terjadi dan yang akan terjadi di
masa yang akan datang serta mengira bahwa mereka dapat mengetahui itu
semua melalui perjalanan bintang-bintang di tempat edarnya, penyatuan
maupun perpisahan diantara bintang-bintang padahal itu merupakan
monopoli Allah dengan ilmu-Nya.” (Nailul Author juz VII hal 206)
Asy Syeikh Ibnu Utsaimin mengatakan,”Astrologi termasuk jenis sihir
dan perdukunan yang diharamkan karena dibangun diatas khayalan yang
tidak realistis. Maka tidaklah ada hubungan antara kejadian-kejadian di
bumi dengan apa yang terjadi di langit. Dan keyakinan orang-orang
jahiliyah adalah bahwa matahari dan bulan tidaklah bersatu (gerhana)
kecuali karena adanya kematian seseorang.
Pernah terjadi gerhana matahari di masa Nabi saw di hari kematian
putranya, Ibrahim, dan orang-orang saat itu mengatakan,”Gerhana mataha
ini terjadi karena kematian Ibrahim.” Maka Nabi saw pun berkhutbah saat
shalat gerhana dan bersabda,”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua
tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah swt, dan tidaklah terjadi gerhana
dikarenakan kematian atau kehidupan seseorang.”
Artinya Nabi saw membantah keterkaitan berbagai kejadian di bumi
dengan keadaan benda-benda langit sebagaimana bahwa lmu nujum dengan
makna seperti ini (astrologi) adalah bagian dari sihir dan perdukunan.
Ia juga menjadi sebab terhadap berbagai khayalan dan kebimbangan jiwa
yang tidak realistis dan tidak memiliki dasar dan menjatuhkan manusia
kedalam berbagai khayalan, pesimistis serta kebimbangan yang tiada
berujung.” (Fatawa al Aqidah hal 336)
Dalil-dalil diharamkannya astrologi ini demikian banyak diantaranya :
1. Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Barangsiapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum,
maka sesungguhnya ia telah mempelajari cabang dari ilmu sihir, semakin
bertambah (ilmunya) semakin bertambah pula (dosanya), semakin bertambah
(ilmunya) semakin bertambah pula (dosanya).” (HR. Ahmad, Abu Daud dan
Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh al Albani)
Asy Syaukani mengatakan bahwa makna “semakin bertambah dan semakin
bertambah” adalah bertambah ilmu nujum sebagaimana bertambah sihirnya
maksudnya adalah apabila bertambah ilmu nujumnya maka seakan-akan
bertambah pula sihirnya. Telah diketahui bahwa pada dasarnya ilmu sihir
adalah haram dan menambah ilmu sihir ini lebih haram lagi sebagaimana
menambah ilmu nujum.” (Nailul Author juz VII hal 207)
2. Didalam riwayat lain dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw
bersabda,”Barangsiapa mempelajari satu bab dari ilmu nujum untuk hal-hal
yang tidak disebutkan Allah swt maka ia telah mempelajari satu cabang
dari sihir. Ahli nujum adalah dukun dan dukun adalah penyihir dan
penyihir adalah kafir.” (HR. Rozin didalam musnadnya. Lihat Misykaat al
Mashobiih juz II hal 1296)
3. Dari Abi Mihjan bahwa Nabi saw bersabda,”Yang aku khawatirkan dari
umatku sepeninggalku adalah tiga : kesewenang-wenangan umatku,
mengimani (meyakini) ilmu nujum dan mendustakan takdir.” (HR. Ibnu
Asyakir dan Ibnu Abdil Barr di kitab “Jami’ Bayan al Ilmi” dan
dishahihkan oleh al Albani didalam “Shahih al Jami’” juz I hal 103)
4. Dari Abu Hurairoh dari Nabi saw bersabda,”Barangsiapa yang
mendatangi seorang peramal lalu dia bertanya kepadanya tentang sesuatu
maka tidak diterima shalat darinya selama 40 hari.”
5. Dari Abu Hurairoh berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda,”Barangsiapa mendatangi seorang peramal atau dukun lalu dia
membenarkan perkataannya maka sungguh dia telah kufur terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Ashabus Sunan. Hadits ini shahih
sebagaimana dikatakan al Albani didalam “Shahih at Targhib wa at Tarhib”
juz III hal 172) Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,”Peramal
mencakup dukun, ahli nujum dan sejenisnya termasuk orang-orang yang
menganggap dirinya mengetahui perkara-perkara dengan cara-cara
demikian.” (Majmu al Fatawa juz XXXV hal 173)
Memperhatikan dua hadits terakhir diatas bahwa sebatas mendatangi
seorang dukun dan bertanya sesuatu kepadanya sudah menjadikan seorang
muslim mendapatkan sangsi dengan tidak diterima shalatnya selama empat
puluh hari. Dan apabila dia membenarkan perkataannya maka dirinya telah
kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. Hal itu dikarenakan
apa yang diturunkan kepada Muhammad adalah firman Allah swt :
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Artinya : “Katakanlah: “tidak ada seorangpun di langit dan di bumi
yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. An Naml : 65)
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا ﴿٢٦﴾
إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا ﴿٢٧﴾
إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا ﴿٢٧﴾
Artinya : “(dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia
tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali
kepada Rasul yang diridhai-Nya, Maka Sesungguhnya Dia Mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya.” (QS. Al Jin : 26
– 27)
Dan dari Anas bahwa Nabi saw bersabda,”Yang aku khawatirkan dari
umatku sepeninggalku adalah d
ua hal : mendustakan takdir dan membenarkan
(ilmu) nujum.” (HR. Abu Ya’la, Ibnu Adi dan al Khatib. Hadits ini
dishahihkan oleh al Albani) –(www.islamonline.net)
Ringkasnya bahwa ilmu ramalan dengan menggunakan bintang untuk
mengetahui nasib seseorang, seperti : jodoh, rezeki, kehidupan atau
kematiannya termasuk bentuk kemusyrikan yang dilarang agama.
Dan dilarang pula bagi seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada
tuhan kecuali Allah mendatangi peramal yang menggunakan perbintangan
ini dan jika dirinya tidak mempercayai perkataannya maka shalatnya
selama empat puluh hari tidaklah diterima Allah dan jika dia
membenakannya maka dirinya telah dianggap kufur terhadap al Qur’an yang
telah diturunkan Allah swt kepada Rasulul-Nya Muhammad saw.
Wallahu A’lam
yang Punya banyak rezeki
bantu dana dengan donasi pulsa ke 088218525689 (Smartfren)
yang Punya banyak rezeki
bantu dana dengan donasi pulsa ke 088218525689 (Smartfren)
sumber : Eramuslim
Anda sedang membaca artikel tentang Hukum dalam Islam Percaya Terhadap Ramalan Bintang dan anda bisa menemukan artikel Hukum dalam Islam Percaya Terhadap Ramalan Bintang ini dengan url http://maulana0588.blogspot.com/2014/01/hukum-dalam-islam-percaya-terhadap.html.. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Hukum dalam Islam Percaya Terhadap Ramalan Bintang ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar