Dalam perjalanan pulang, Rasul saw
menangis. Para sahabat bertanya, tentang sebab tangisannya. Dengan nada
lirih, Nabi Allah itu mengatakan, “Aku merindukan saudara-saudaraku..”
“Bukankah
kami ini adalah saudara-saudaramu, ya Rasulullah?” sergah para sahabat.
Rasul menjawab, “Tidak. Kalian adalah sahabat-sahabatku. Adapun
saudara-saudaraku adalah orang yang datang setelahku, tapi mereka
beriman kepadaku meskipun tidak melihatku.”
Saudaraku,
Apakah
kita termasuk saudara-saudara Rasulullah saw yang dirindukannya itu?
Seberapa besar juga kerinduan kita kepada sang Nabi yang merindukan kita
itu? Apa bukti kerinduan kita? Apa buki kita adalah saudara-saudara
yang dirindukan Rasulullah saw?Andai kita merasa sebagai saudara-saudara
yang dirindukan Rasulullah saw. Ada banyak hal yang harus kita lakukan.
Dan yang paling jelas adalah, mengikuti sunnah Rasulullah saw dalam
berdakwah atau menyerukan nilai agama Allah ini ke banyak orang. Apakah
kita termasuk orang-orang yang menyebarkan, menyampaikan, mendakwahkan,
memperjuangkan agama Allah yang dibawa Nabi Muhammad saw?
Saudaraku,
Mari
mengambil pelajaran dari cerita dakwah seorang shalih yang pernah
dimuat dalam Majalah Al Mujtama’ beberapa waktu lalu berikut ini.
“Aku
mengendarai mobil di samping sebuah pasar dan melihat seorang pemuda
yang sedang memeluk seorang gadis. Aku ragu, apakah aku akan
menasihatinya atau tidak? Tapi akhirnya aku putuskan untuk berhenti dan
mendekati mereka. Melihat aku datang, anak gadis yang tadinya sedang
asik itu terkejut, dan lari. Sementara sang pemuda, juga tampak takut
dan mengira aku aparat pemerintah, atau polisi.
“Assalamu’alaikum..”
sapaku. Aku kemudian menjelaskan, bukan sebagai aparat atau polisi.
“Aku hanya seorang saudara yang ingin sekali menyampaikan kebaikan
untukmu dengan memberi nasihat,” jelasku. Aku lalu berbicara dengan
suasana tenang, hingga tanpa terasa, mata pemuda itu berkaca-kaca lalu
air mata matanya kulihat menitik. Singkat cerita, setelah itu, kami
berkenalan dan bertukar nomor hp
Dua pekan setelah itu, aku
kebetulan saja memeriksa isi dompet dan mendapatkan nomor telepon si
pemuda itu. “Aku ingin menghubuginya sekarang,” gumamku saat itu waktu
subuh. Akupun menghubunginya, “Masih kenal aku?” Ia menjawab, “Bagaimana
aku bisa melupakan suara ini, suara yang telah mengantarkanku pada
hidayah dan membuatku bisa melihat cahaya dan jalan yang benar…” Kami
lalu sepakat untuk berkujung ke rumahnya pada hari itu juga setelah
shalat Asar. Tapi Allah mentakdirkan lain. Aku kedatangan tamu dan
akhirnya terpaksa terlambat memenuhi janji sekitar satu jam. Aku ragu,
apakah akan tetap berangkat atau tidak. Akhirnya kuputuskan aku harus
menepati janji meskipun terlambat
Aku pergi ke rumah pemuda itu
dan mengetuk pintu rumahnya. Rupanya, orang tua pemuda itu yang
membukakan pintu. “Fulan ada… “ tanyaku. Pertanyaan itu sepertinya
membuat keheranan dan ia tidak menjawab apapun. Aku bertanya lagi,
“Fulan ada…?” Orang tua itu lalu mengatakan, “Anak muda, ini bekas tanah
pemakaman Fulan. Tadi pagi kami baru saja menguburkannya…” Aku sangat
terkejut dan merasa tidak percaya dengan apa yang kudengar. Aku mencoba
menerangkan dengan yakin, “Pak, pagi tadi baru saja saya berbicara
dengannya melalui telepon di waktu subuh.
Orang tua itu terdiam
heran. Iapun sama-sama, nyaris tidak percaya dengan perkataanku.
Ia lalu menjelaskan, “Fulan kemarin shalat zuhur dan duduk membaca Al
Quran di masjid, setelah it ia pulang dan tidur sebentar di rumah.
Ketika kami ingin membangunkannya di untuk makan siang, ternyata ia
sudah meninggal.” Ia menerangkan lagi, “Anakku dahulunya adalah orang
yang tidak malu melakukan kemaksatan. Tapi dua minggu terakhir
keadaannya berubah. Ia menjadi orang yang membangunkan kami untuk shalat
subuh di masjid, padahal ia sebelumnya tidak mau medirikan shalat dan
banyak melakukan keburukan. Allah memberikannya hidayah…”
Kami
sama-sama terdiam. Tapi kemudian ayah Fulan bertanya, “Sejak kapan kamu
mengenal anak saya?” tanyanya. Aku menjawab sambil merenung, “Dua minggu
lalu.” Ayahnya langsung menyergah, “Jadi kamu yang menashati anak saya.
Biar aku memelukmu, karena kamu telah menyelamatkan anakku dari
neraka..
Saudaraku,
Menurut penulisnya, ini adalah kisah
nyata. Silahkan ambil pelajaran apapun yang bisa kita manfaatkan dari
kisah ini. Dari kepedulian seorang Muslim yang merasa wajib menyampaikan
nasihat karena Allah swt kepada si pemuda. Juga, tentang akhir hidup si
pemuda yang bertolak belakang dengan rentang amalnya sebelum bertemu
dengan sang pendakwah. Hingga peristiwa luar biasa yang terjadi antara
si pemuda di waktu subuh, dengan pendakwah…
Saudaraku,
Apakah
Rasulullah saw pernah merindukan kita? Apakah kita adalah
saudara-saudara Rasulullah saw yang beriman kepadanya, meski pun kita
tidak pernah melihat dan belum pernah bertemu dengannya. Apa bukti kita
sebagai kelompok orang yang dirindukan Rasulullah saw? Bertanyalah pada
diri sendiri, apa yang sudah kita berikan pada agama ini? Apakah kita
sudah memberi sentuhan dakwah kepada orang-orang yang ada di sekeliling
kita? Mudah-mudahan, kita termasuk yang disebut Rasulullah saw sebagai
saudara-saudara yang dirindukannya…
Sumber : islampos.com
Anda sedang membaca artikel tentang Apakah Kita Termasuk Saudara-Saudara Yang Dirindukan Rasulullah? dan anda bisa menemukan artikel Apakah Kita Termasuk Saudara-Saudara Yang Dirindukan Rasulullah? ini dengan url http://maulana0588.blogspot.com/2013/01/apakah-kita-termasuk-saudara-saudara.html.. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Apakah Kita Termasuk Saudara-Saudara Yang Dirindukan Rasulullah? ini jika memang bermanfaat bagi anda atau teman-teman anda,namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar